Beda dengan Solo, Bupati Batang Pilih Klub Dikelola Swasta

Senin, 18 April 2016 - 21:02 WIB
Beda dengan Solo, Bupati Batang Pilih Klub Dikelola Swasta
Beda dengan Solo, Bupati Batang Pilih Klub Dikelola Swasta
A A A
Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo beda suara dengan Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo terkait
Wacana kembali dibiayainya klub sepak bola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jika Hadi Rudyatmo setuju klub dibiayai APBD, sebaliknya Yoyok menolak.

Yoyok lebih setuju jika pengelolaan klub sepak bola dilakukan oleh pihak swasta yang profesional. Sebab, klub sepak bola akan lebih berkembang dan maju jika dikelola oleh kalangan profesional. "Contohnya itu Arema Cronus dan Persib Bandung sudah jalan," katanya, Senin (18/4/2016). (Baca juga: Walikota Solo Hadi Rudyatmo Setuju Klub Sepak Bola Dibiayai APBD).

Menurut Yoyok, setiap daerah memiliki potensi yang sama dengan dua klub yang memiliki nama besar di Indonesia itu (Arema dan Persib). Anggaran untuk operasional maupun pengelolaan lainnya klub tersebut diambilkan oleh pihak ketiga. "Potensi daerah lain sangat terbuka lebar kok. Untuk pengelolaannya melalui sponsor," terangnya.

Jika anggaran suatu klub sepak bola menggunakan APBD, lanjut dia, dia kurang setuju. Sebab klub sepak bola yang menggunakan APBD, cenderung dikelola manajemen pemerintahan yang bersifat politis. Jika dikelola secara politis dan menggunakan manajemen pemerintahan, tidak akan ada klub sepak bola di Indonesia yang bisa maju dan berkembang menjadi klub sepak bola profesional.

Meski demikian, Yoyok masih sepakat jika dana dari APBD ditujukan untuk pembinaan dan pengembangan pemain lokal. Namun, jika nantinya klub sepak bola di Indonesia kembali mendapat kucuran APBD, perolehannya harus rata bagi seluruh tim di seluruh Indonesia. Sehingga pembinaan bisa berjalan dengan merata pula.

"Kalau uang untuk pembinaan saya setuju. Jadi, tanggung jawab kepala daerah untuk melakukan pembinaan terhadap atlet daerahnya, sehingga muncul pemain sepak bola yang bagus dan bahkan profesional," jelasnya.

Diungkapkan, dalam kenyataannya klub-klub sepak bola di Indonesia cenderung membelanjakan uang APBD tersebut untuk belanja pemain mahal. Sehingga bibit potensial atlet daerah masing-masing tidak berkembang.

"Jadi kenyataannya uang itu untuk jor-joran beli pemain mahal. Makanya, kalau memang mau dibantu melalui APBD harus merata, misal Rp500 juta-Rp1 miliar untuk satu musim kompetisi. Kalau tidak merata, kan kasihan klub yang APBD atau PAD-nya kecil. Tapi, tetap uang itu untuk pembinaan lho ya," tegasnya.

Terpisah Wali Kota Pekalongan, Alf Arslan Djunaid, mengaku, setuju saja jika memang nantinya kembali ada kucuran dana untuk klub sepak bola di daerah melalui APBD. Sehingga, uang tersebut bisa digunakan untuk pembinaan para pemain sepak bola di Kota Batik.

"Setuju saja kalau memang ada lagi. Kalau itu terjadi ya positif, sebab sepak bola merupakan salah satu olahraga yang paling disukai oleh masyarakat. Sehingga kami bisa melakukan pembinaan untuk para pemain kami, memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana sepak bola kami dan juga bisa mengikuti kompetisi yang digelar," katanya.

Namun, saat ini pihaknya melakukan pembinaan sepak bola di Kota Pekalongan melalui komite nasional olahraga Indonesia (KONI). Sebab, saat ini klub sepak bola sudah tidak lagi dibolehkan menggunakan APBD. "Setahu saya sampai saat ini masih belum boleh lagi menggunakan APBD. Jadi pembinaan pemain bola kami lakukan melalui KONI," tambahnya.
(sha)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1568 seconds (0.1#10.140)