Fenomena Alam Tandai 2 Peristiwa Penting di Kerajaan Majapahit

Minggu, 28 Mei 2023 - 07:48 WIB
loading...
Fenomena Alam Tandai 2 Peristiwa Penting di Kerajaan Majapahit
Fenomena alam menjadi penanda setiap peristiwa penting di Kerajaan Majapahit. Bahkan konon gempa bumi sebagai tanda alam disebutkan Kitab Pararaton menjadi penanda suatu peristiwa usai Perang Sadeng. Foto ilustrasi
A A A
Fenomena alam menjadi penanda bagaimana setiap peristiwa penting di Kerajaan Majapahit . Bahkan konon gempa bumi sebagai tanda alam disebutkan Kitab Pararaton menjadi penanda suatu peristiwa usai Perang Sadeng.

Memang Perang Sadeng menjadi momentum bagaimana suatu perubahan di Kerajaan Majapahit. Konon wilayah Sadeng yang menjadi lokasi peperangan berada di tepi Sungai Bedadung di Kabupaten Lumajang dan Keta, yang terletak di pantai utara Jawa Timur telah masuk dalam wilayah Kerajaan Majapahit.



Sehabis perang Sadeng rupanya Aria Tadah merasa dirinya kurang tepat lagi untuk memangku jabatan patih amangkubhumi. Ia mohon dibebaskan dari tugasnya hingga akhirnya pada tahun 1334 permohonan itu dikabulkan.

Di sisi lain, calon penggantinya Gajah Mada telah mempunyai pengalaman tiga tahun sebagai patih Daha. Pengalaman itu dirasa oleh Sang Prabhu telah cukup bagi Gajah Mada untuk diserahi tugas baru yang lebih berat.

Dengan berhentinya Aria Tadah alias Pu Krewes sebagai patih amangkubhumi, maka jabatan patih amangkubhumi lowong. Gajah Mada ditunjuk untuk mengisinya.

Slamet Muljana pada "Pemugaran Persada Sejarah Kerajaan Majapahit", menjelaskan Gempa bumi di Banyupindah, salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit ditafsirkan Pararaton konon menjadi perubahan.

Yang dimaksud dengan perubahan besar di Kerajaan Majapahit ialah penggantian Aria Tadah sebagai patih amangkubhumi oleh Gajah Mada. Pengangkatan Gajah Mada sebagai patih amangkubhumi diresmikan di balairung. Dalam upacara peresmian itu Gajah Mada mengucapkan program politiknya untuk menyatukan nusantara.

Salah satu wilayah yang ditargetkan takluk adalah Bali. Pasalnya saat itu wilayah kekuasaan Majapahit masih meliputi sekitar Majapahit, belum mencakup seluruh wilayah Jawa Timur. Apalagi Bali, yang berada di luar Pulau Jawa sehingga Gajah Mada cukup ambisius menaklukkannya.

Usai peristiwa pengangkatan Gajah Mada yang ditandai gempa bumi, kemunculan fenomena alam lainnya juga menjadi penanda di Kerajaan Majapahit. Saat itu konon gempa bumi terjadi akibat letusan Gunung Kelud pada 1256 Saka atau sekitar tahun 1334 Masehi.

Peristiwa ini digambarkan pada Kakawin Nagarakretagama sebagai penanda kelahiran Hayam Wuruk anak dari Tribhuwana Tunggadewi. Kelahiran itu didahului pelbagai peristiwa alam, di antaranya ialah gempa bumi, sebagai isyarat kebesaran jabang bayi yang akan dilahirkan.

Setelah lahir Dyah Hayam Wuruk dinobatkan sebagai yuwaraja di Kahuripan seperti dinyatakan pada prasasti Prapancasarapura. Sama halnya dengan Sri Jayanagara yang dinobatkan sebagai yuwaraja, seperti dinyatakan pada prasasti Penanggungan. Pada waktu itu Sri Jayanagara pun masih jabang bayi. Dyah Hayam Wuruk mengambil nama abhiseka Sri Rajasanagara.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1762 seconds (0.1#10.140)