Bolehkah Menghina Orang Kafir dan Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Selasa, 31 Oktober 2023 - 13:13 WIB
loading...
Bolehkah Menghina Orang Kafir dan Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
Rasulullah SAW mengingatkan ciri keislaman seseorang tercermin dari perkataan dan perbuatannya, mengghibah atau menghina apalagi sengaja menyakiti kaum yang lain bila tidak ada manfaatnya dilarang atau haram dilakukan. Foto ilustrasi/ist
A A A
Bolehkah menghina orang kafir ? Apa hukumnya dalam syariat Islam? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang populer di tengah masyarakat kita yang cukup majemuk, serta heterogen dalam masalah keyakinan.

Dalam Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengingatkan tentang bagaimana ciri yang baik dari kualitas keislaman seseorang. Keislaman seseorang adalah saat ia mampu meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta'ala dan meninggal hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ


“Di antara tanda baiknya keislaman seseorang : ia dapat meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 2318 dan yang lainnya)

Tindakan maupun ucapan yang tidak mengandung manfaat baik berkaitan dengan dunia apalagi akhirat saat seseorang mampu meninggalkannya maka itu pertanda baiknya islam seseorang.

Apakah tindakan menghina orang kafir tersebut dalam Islam bermanfaat atau tidak manfaat? Seperti dilansir dalamislam, berikut penjelasannya :

1. Mengghibah Kafir Harbi

Kafir harbi adalah orang kafir yang sedang perang dengan kaum muslim. Orang kafir golongan ini tidak memiliki martabat di mata kaum muslim. Darah harta dan kehormatannya tidaklah terjaga secara Islam. Sehingga Mengghibah dan menghina orang kafir ini tidaklah dilarang. Karena larangan ghibah yang Allah sebutkan dalam ayat, adalah ghibah kepada saudara sesama muslim.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ. وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا . أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ إِنَّ اللَّـهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ


“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah berbanyak sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat : 12)

Demikian pula hadis yang menceritakan isi khutbah haji wada:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَهَذَا


“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram atas kalian untuk menindasnya/merendahkannya, sebagaimana haramnya (sucinya) hari kalian ini (hari arafah), di negeri kalian ini (Makkah) dan di bulan kalian ini (Dzulhijah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun untuk orang kafir yang bukan kafir harbi yaitu kafir muahad,mustakman dan dzimmi terdapat dalil lain yang menunjukkan bahwa harta darah dan kehormatan tetap terjaga dalam kaca mata Islam. Meskipun mereka berada di bawah kehormatan kaum muslimin.

Mengghibah orang kafir harbi, meski boleh, namun bila bukan untuk tujuan maslahat atau manfaat, sebaiknya ditinggalkan. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan kita:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ


“Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang jorok omongannya.” (HR. Tirmidzi no. 1977, Ahmad no. 3839 dan lain-lain) .

2. Mengghibah Orang Kafir Selain Kafir Harbi

Orang kafir dibesarkan menjadi 3 yang dapat kita temui dilingkungan kita yaitu muahad, mustakman dan dzimmi. Muahad adalah orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin. Mustakman orang kafir yang mendapat dan terikat perjanjian dengan kaum muslimin. Dzimmi adalah orang kafir yang tinggal di negeri islam yang berupaya membayar upetti islam.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan:

وَسُئِلَ الْغَزَالِيُّ فِي فَتَاوِيهِ عَنْ غِيبَةِ الْكَافِرِ . فَقَالَ : هِيَ فِي حَقِّ الْمُسْلِمِ مَحْذُورَةٌ لِثَلاثِ عِلَلٍ : الإِيذَاءُ وَتَنْقِيصُ خَلْقِ اللَّهِ , فَإِنَّ اللَّهَ خَالِقٌ لأَفْعَالِ الْعِبَادِ , وَتَضْيِيعُ الْوَقْتِ بِمَا لا يُعْنِي . قَالَ وَالأُولَى تَقْتَضِي التَّحْرِيمُ , وَالثَّانِيَةُ الْكَرَاهَةُ , وَالثَّالِثَةُ خِلافُ الأَوْلَى . وَأَمَّا الذِّمِّيُّ فَكَالْمُسْلِمِ فِيمَا يَرْجِعُ إلَى الْمَنْعِ مِنْ الإِيذَاءِ , ; لأَنَّ الشَّرْعَ عَصَمَ عِرْضَهُ وَدَمَهُ وَمَالَهُ . قَالَ فِي الْخَادِمِ : وَالأُولَى هِيَ الصَّوَابُ . وَقَدْ رَوَى ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مَنْ سَمَّعَ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا فَلَهُ النَّارُ } , وَمَعْنَى سَمَّعَهُ أَسْمَعَهُ بِمَا يُؤْذِيهِ , وَلا كَلامَ بَعْدَ هَذَا أَيْ لِظُهُورِ دَلالَتِهِ عَلَى الْحُرْمَةِ . قَالَ الْغَزَالِيُّ : وَأَمَّا الْحَرْبِيُّ فَلَيْسَ بِمُحَرَّمٍ عَلَى الأُولَى وَيُكْرَهُ عَلَى الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ


Imam Al Ghazali ditanya dalam salah satu fatwa beliau, tentang hukum mengghibah orang kafir. Beliau menjawab untuk orang muslim terlarang karena tiga alasan, yakni :

1. Menyakiti perasaannya

Alasan ini karena hukumnya adalah haram menghibah orang muslim.

2. Merendahkan ciptaan Allah

Karena sesungguhnya Allah pencipta perbuatan hambaNya. Alasan kedua berdampak hukum makruh (levelnya di bawah hukum haram).

3. Menghabiskan waktu sia-sia

Alasan ketiga berdampak hukum khilaf aula (levelnya di bawah hukum makruh).
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1554 seconds (0.1#10.140)