Setelah 15 Hari Dibui, Penyusup Piala Dunia 2018 Kembali Didakwa Pakai Pakaian Polisi Ilegal

Sabtu, 21 Juli 2018 - 05:02 WIB
Setelah 15 Hari Dibui, Penyusup Piala Dunia 2018 Kembali Didakwa Pakai Pakaian Polisi Ilegal
Setelah 15 Hari Dibui, Penyusup Piala Dunia 2018 Kembali Didakwa Pakai Pakaian Polisi Ilegal
A A A
MOSCOW - Hakim di Moskow mendakwa empat anggota Pussy Riot, penyusup di laga final Piala Dunia 2018, karena mengenakan seragam polisi ilegal. Mereka sengaja menyamar untuk mengelabui pihak keamanan dengan mengenakan seragam polisi Rusia.

Keputusan itu dibuat Jumat (20/7/2018) oleh hakim di Distrik Khamovniki, Moscow, lokasi Stadion Luzhniki, tempat pertandingan Prancis verus Kroasia, 15 Juli lalu. Pertandingan itu sempat terganggu oleh empat anggota kelompok Pussy Riot.
Setelah 15 Hari Dibui, Penyusup Piala Dunia 2018 Kembali Didakwa Pakai Pakaian Polisi Ilegal

Sebelumnya, Pada 16 Juli Pengadilan Distrik Khamovniki memutuskan bahwa para pengunjuk rasa bersalah melakukan pelanggaran sipil yang disebut 'pelanggaran hak penonton' selama acara olahraga dan menempatkan mereka di bawah tahanan sipil selama 15 hari.

Pengadilan juga melarang empat anggota Pussy Riot menghadiri acara olahraga di wilayah Rusia selama tiga tahun. Pengacara Pussy Riot akan mengajukan banding atas putusan ini. (Baca Juga: Penyusup Final Piala Dunia 2018 Dibui 15 Hari).

Di Rusia, penggunaan seragam ilegal dan lencana lembaga penegakan hukum negara dan organisasi paramiliter juga merupakan pelanggaran sipil yang dapat dihukum dengan denda hingga 1500 rubel (sekitar Rp347 ribu) dan penyitaan seragam.

Pengacara para terdakwa mengatakan tiga tersangka akan diadili pada 23 Juli dan satu tersangka lagi pada 25 Juli.
Setelah 15 Hari Dibui, Penyusup Piala Dunia 2018 Kembali Didakwa Pakai Pakaian Polisi Ilegal

Kelompok Pussy Riot mendapatkan ketenaran di seluruh dunia pada tahun 2012 setelah tiga anggota 'kelompok punk' sendiri yang berspesialisasi dalam "aksi protes" dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena hooliganisme yang dimotivasi oleh kebencian dan permusuhan agama.

Sementara itu, Penyelenggara Piala Dunia 2018 akan memberi tindakan disipliner terhadap penjaga (steward) pertandingan final yang mempertemukan Prancis vs Kroasia di Luzhniki Stadium, Minggu (15/7/2018). Mereka dianggap lalai dan tak bertanggung jawab dengan pekerjaan yang diberikan.

Sebelumnya dalam laga final tersebut, para penjaga gagal mengentikan penyusup yang masuk ke dalam lapangan. Empat orang yang menamakan dirinya sebagai kelompok protes 'Pussy Riot', yakni Pyotr Verzilov, Veronika Nikulshina, Olga Pakhtusova, dan Olga Kurachyova, berhasil mengelabui para penjaga dengan mengenakan seragam polisi palsu.

Akibatnya, pertandingan sempat berhenti di babak kedua yang disaksikan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pejabat senior Rusia, dan petinggi sejumlah negara, antara lain Presiden Prancis Emmanuel Macron. Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic, dan Presiden FIFA Gianni Infantino.

Alexei Sorokin, ketua panitia penyelenggara Piala Dunia 2018, mengatakan 'Pussy Riot "berperilaku tanpa rasa hormat terhadap karya ribuan orang. Seharusnya kejadian ini bisa dihentikan oleh para penjaga.

"Ini adalah pelanggaran, para penjaga akan menghadapi tindakan sanksi disipliner. Terlebih bahwa itu merupakan pertandingan final. dan seharusnya itu tidak terjadi, Namun di sisi lain insiden itu merupakan yang pertama terjadi." kata Sorokin dikutip dari Reuters, Jumat (20/7/2018)

Sebelumnya, Rusia telah dipuji sebagai tuan rumah penyelanggara Piala Dunia yang hebat. Selama Piala Dunia berlangsung satu bulan, nyaris tak ditemukan kendala karena ketatnya pengamanan Piala Dunia 2018 yang dilakukan pemerintahan Rusia. Hingga akhirnya invasi para penyusup tersebut mencoreng nama baik Rusia itu.
(sha)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0759 seconds (0.1#10.140)