Zlatan Ibrahimovic, dari Imigran Menjadi Pahlawan

Kamis, 12 Oktober 2017 - 14:11 WIB
Zlatan Ibrahimovic, dari Imigran Menjadi Pahlawan
Zlatan Ibrahimovic, dari Imigran Menjadi Pahlawan
A A A
ROSENGARD, Swedia, adalah wilayah kecil di Swedia. Total luas Rosengard hanya sekitar 332 hektare. Tercatat hanya ada 23.563 kepala keluarga yang bermukim di wilayah ini, termasuk di antaranya keluarga Zlatan Ibrahimovic.

Orang tua Zlatan Ibrahimovic, Sefik Ibrahimovic dan Jurka Gravic, datang ke Swedia saat Perang Balkan terjadi. Sefik yang berkewarganegaraan Bosnia memutuskan pergi dari kampung halamannya di Bosnia. Begitu juga dengan Jurka yang lebih memilih meninggalkan Kroasia ketimbang menjadi korban kekerasan perang. Di Rosengard, bersama ribuan imigran lainnya, keduanya bertemu.

Hubungan rumah tangga Sefik dan Junka tidak berjalan harmonis. Sefik masih terbayang-bayang popularitasnya selama di Bosnia. Waktu itu dia dikenal sebagai penyanyi dan kerap melahirkan lagu-lagu hits. Selama di Rosengard, Sefik mencoba meneruskan kariernya sebagai penyanyi. Namun, dia masih terjebak dengan lagu-lagu khas Bosnia yang membuatnya kurang begitu dikenal. Jurka yang membutuhkan biaya hidup akhirnya memutuskan berpisah. Bersama Sefik, Jurka memiliki tiga anak, yaitu Sapko (30 April 1973), Selena (18 Juli 1979), dan Zlatan (3 Oktober 1981). Saat memutuskan berpisah, Ibra saat itu masih berumur 2 tahun.

Perpisahan itu membuat Zlatan berpisah dengan kakaknya, Selena. Dia dan Sapko diurus Sefik, sedangkan Selena bersama Jurka. Selepas bercerai, Sefik juga tidak kadung menata hidupnya. Dia masih kerja serampangan dan terus bermabuk-mabukan. Sefik masih terus terobsesi menjadi penyanyi terkenal sehingga melupakan tugasnya mendidik Sapko dan Ibra. Kehidupan rumah tangga yang berantakan dan status imigran membuat Ibra kecil memiliki watak yang keras. “Bakat saya yang paling menonjol pada waktu kecil itu mencuri sepeda,” kata Ibra di bukunya, I Am Zlatan.

Selain mencuri sepeda, Ibra mengisi waktu bermain sepak bola dengan teman-temannya di Rosengard. Di antara teman-temannya, Ibra menjadi sosok yang sangat menonjol saat mengolah bola. Beruntung saat itu Sefik tidak mabuk dan melihat potensi yang dimiliki anaknya itu. Sefik kemudian mengubur dalam-dalam obsesinya untuk menjadi penyanyi terkenal. Sedikit demi sedikit dia mulai menyisihkan uang agar Ibra bisa berlatih sepak bola dengan benar. Watak yang keras, keluarga yang berantakan, dan status imigran membuat Ibra kerap mendapat ejekan.

“Tidak ada satu orang pun yang pernah menanyakan kabar saya waktu itu,” ujar Ibra. Namun, Ibra tidak ambil pusing perlakuan tersebut. Dia tetap fokus berlatih di FBK Balkan dan membiarkan kemampuannya menjawab ejekan tersebut. Determinasi mental sejak kecil inilah yang membuat Ibra menjadi sosok yang sangat kuat secara emosional. Dia tidak goyah sedikit pun dengan tantangan. Dia bak batu karang yang kuat menahan terjangan gelombang.

Batu karang inilah yang kemudian menjadi pahlawan buat Rosengard. Ibra memiliki sumbangsih yang kuat untuk Rosengard. Saat pertama kali terjun ke dunia sepak bola profesional, dia meminta Nike mengubah lapangan bola di Rosengard, tempat dia bermain bola, menjadi lebih modern. Lapangan itu kini bernama Zlatan Court. Dia juga memberikan sumbangan yang besar untuk pengembangan kota tersebut.

Memang saat ini Rosengard masih menjadi wilayah dengan tingkat kriminal yang tinggi di Swedia. Namun, Zlatan mampu memberikan contoh siapa pun bisa menjadi yang terbaik, meski datang dari latar belakang dan tempat yang kurang baik.(Baca juga: Zlatan Ibrahimovic, Nietzsche, dan Ubermensch )
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.1190 seconds (0.1#10.140)